Friday, April 02, 2004

Teman Baru Farah

Hari ini ada anak baru di kelas Farah, ia baru pindah dari Semarang, namanya Asti.
Karena jumlah murid di kelas 2 sebelumnya sudah 20, Asti terpaksa duduk sendiri. Dia duduk di depan Syifa dan Farah. Asti adalah anak perempuan yang cantik, tubuhnya kecil, rambutnya keriting dan matanya besar. Ia juga pemalu. Setelah memperkenalkan diri di depan kelas dengan suara pelan dan pipi yang memerah karena malu, ia duduk diam-diam di bangkunya. Farah merasa iba dan ingin bercakap-cakap dengannya, serta mengajaknya bermain, tapi keinginannya terpaksa ditunda dulu sampai nanti siang. Sebenarnya satu jam pelajaran lagi istirahat sih, tapi ia dan Syifa kan sudah punya rencana untuk mereka berdua saja.

"Fa, nanti kita ajak Asti pulang sekolah bareng yuk! Kan rumahnya searah sama kita."
bisik Farah kepada sahabatnya. Syifa mengangguk "Ide bagus" katanya sambil mengacungkan ibu jari, meniru adegan di film-film. Mereka berdua nyengir.

Pelajaran matematika selesai, dan bel istirahat berbunyi nyaring. Anak-anak berhamburan keluar kelas, dan bergabung dengan sahabat-sahabat mereka. Asti duduk sendiri di kelas sambil membuka bekalnya. Syifa menggamit lengan Farah "Yuk, kita temani Asti."
"Tapi kan kita.. " Farah tidak meneruskan kata-katanya. Rencananya kan jam istirahat ini mereka akan saling menunjukkan koleksi daun kering mereka, hanya berdua saja. Tapi Farah juga merasa iba pada Asti yang sendirian. Pasti tidak enak sekali jadi anak baru dan malu seperti Asti.

"Asti, main sama kami yuk!" kata Syifa.
Farah mengangguk setengah hati "Iya Asti, yuk kita main."
Asti tampak gembira, dan segera menyambut ajakan mereka berdua. "Kalian baik sekali."
Farah agak malu mendengarnya, soalnya kan sebenarnya dia agak segan.
"Kami mau tunjukkan koleksi daun kami. Kamu boleh ikut melihat kalau kamu mau." kata Syifa sambil menggandeng tangan Asti.
Hati Farah terasa sakit. Kok Syifa tega membagi rahasia mereka berdua dengan orang lain tanpa bertanya dulu pada Farah.

"Nah, Asti, ini koleksiku." Syifa membuka amplop yang dibawanya dan meletakkan isinya satu persatu di meja. Asti kelihatan kagum. "Kakakku juga punya yang seperti ini.", katanya dengan suara kecil.
Farah hampir melotot sebal, tapi untunglah Asti cepat-cepat menambahkan "Tapi nggak sebagus punya kalian kok."

Mereka berdua, Syifa dan Farah, memang sudah mengerjakan itu semua dengan hati-hati selama beberapa minggu. Mereka ingin mempunyai koleksi daun yang terlengkap sedunia. Memilih dengan hati hati daun yang berbentuk bagus, menyelipkannya di antara kertas koran, dan meletakkan pemberat di atasnya. Tumpukan kertas itu tidak boleh sering-sering dibuka sampai paling tidak satu minggu. Rasanya itu adalah satu minggu yang lamaa.. sekali buat mereka. Syifa dan Farah sudah tidak sabar ingin mengumpulkan koleksi mereka dan menyusunnya dengan rapi. Mereka merasa, ini adalah sebuah koleksi rahasia yang hebat sekali.

Farah benar-benar tidak rela rahasia mereka berdua dibagi dengan orang lain. Apa dong artinya rahasia kalau orang lain tahu juga, pikirnya. Ia ingin menjauh saja dari mereka berdua. Kalau Syifa memang lebih memilih Asti, ya sudah, pikir Farah.
Farah membuka tasnya dengan enggan. Tiba-tiba dia benci sekali dengan koleksi daunnya. Koleksi itu jadi terasa bodoh dan ia ingin membuangnya jauh-jauh.

"Syifa, aku mau ke kamar kecil dulu ya." kata Farah memberi alasan.
Syifa seperti terkejut, tapi cuma sebentar "Iya deh, jangan lama-lama ya, Asti kan belum lihat daun yang Farah buat."
Farah tidak menjawab, tapi segera berbalik dan setengah berlari menuju toilet.

Di koridor, hampir saja Farah menabrak Pak Imam, wakil kepala sekolah.
"Ehm, ehm!" Pak Imam berdehem.
Farah mengerem langkahnya dan menunduk malu. Ia tahu betul, murid-murid memang dilarang berlari di koridor, sebab koridor kan memang bukan tempat yang aman untuk berlarian. Bisa saja kan mereka anti menabrak Guru yang membawa setumpuk buku, atau terpeleset karena lantai yang licin?
Seperti Farah sekarang ini, hampir saja menjatuhkan tumpukan buku yang dibawa Pak Guru.
"Maaf pak, saya mau ke kamar mandi." katanya merasa bersalah.
Pak Imam pura-pura terkejut, "Wah, kalau begitu bergegaslah. Tapi ingat", katanya sambil mengangkat telunjuk dan memasang muka serius. Farah mengangguk "Jangan berlari." katanya meneruskan ucapan pak Imam. Pak Imam mengangguk juga dan tersenyum.

Farah berjalan cepat, tapi kemudian memperlambat langkahnya. Dia kan tidak benar-benar ingin ke belakang tadi. Dia cuma ingin sendirian saja sebentar. Ia tidak bisa memahami perasaannya sendiri. Tadinya kan dia yang mengajak Syifa untuk menemani Asti sepulang sekolah, tapi kenapa sekarang ia justru merasa sakit ketika Syifa mengajak Asti bermain? Farah masih terbayang Asti dan Syifa yang kelihatannya asik sekali tadi, sampai-sampai ia merasa dilupakan.

Syifa menyebalkan sekali, mestinya kan rahasia itu untuk mereka saja. Dan Asti itu.. uu..uh, siapa yang tahu kalau kakaknya benar-benar punya koleksi daun seperti mereka? Kan bisa saja dia cuma mengarang-ngarang supaya Syifa juga kagum, batin Farah. Lalu sebuah pikiran yang menakutkan terlintas di kepala Farah.
Bagaimana kalau nanti Syifa jadi lebih suka kepada Asti, dan melupakan Farah? Farah tidak bisa membayangkan harus duduk sendiri di kelas, sementara Asti dan Syifa asik main berdua. Dadanya terasa menyesak, ia jadi ingin menangis.

(.. bersambung ah..)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home